Kamis, 21 Oktober 2010

KTSP, Silabus, RPP dan Pendidikan Berkarakter

Barusan saya mendapatkan pertanyaaan dan atau permintaan tentang contoh Penyusunan Silabus dan RPP Berkarakter. Saya sendiri agak terkejut, makanan apa lagi ini? wong yang model EEK (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.) saja saya belum sempat praktek membuat RPPnya kok  ini ada yang baru lagi!. Setelah mencari-cari referensi ke beberapa blog, akhirnya ketemu tentang perangkat pembelajaran berkarakter.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan karakter kuat yang dimiliki oleh seseorang, masyarakat, dan bangsa ditunjukkan dengan akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik. Selain itu, kemandirian dan keyakinan diri juga menunjukan karakter kuat yang dibentuk oleh pendidikan berkarakter.
''Yang disebut berkarakter kuat dan baik adalah perseorangan, masyarakat, dan bangsa, adalah mereka yang memiliki akhlak, moral dan budi pekerti yang baik,'' kata Presiden dalam peringatan puncak Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2010, di Istana Negara, Selasa (11/5).
Presiden mengatakan, pendidikan berkarakter sangat penting karena hasilnya adalah semangat optimis dan berpikir positif, sehingga energi yang dibawa adalah energi positif. Menurut Presiden, pendidikan berkarakter juga ditunjukkan dengan sikap ulet, tegar, dan tidak mudah menyerah. Sikap toleran juga akan tercipta dari pendidikan berkarakter itu.
Presiden menginginkan agar reformasi pendidikan bisa terus berjalan. Menurut Presiden, reformasi pendidikan bisa dijalankan dengan dua cara, yakni back to basic dan pengembangan inovasi. ''Back to basic dalam kurikulum, mata ajaran, metodologi, dan bidang lainnya,''
Ada berbagai pertanyaan yang muncul saat kita melihat tawuran pelajar atau mahasiswa. Salah satunya adalah, kenapa orang yang berpendidikan kok malah melakukan tindakan yang tidak terdidik? Apa yang salah dengan pendidikan? Jika ada yang salah dengan pendidikan kita, lalu apa solusinya?
Berbagai seminar, kajian, lokakarya, dan penelitian pun dilakukan oleh para pakar untuk menjawab persoalan tersebut. Berbagai pandangan masyarakat umum pun mengemuka. Benang merah yang dapat ditarik dari persoalan tersebut: karena pendidikan mengutamakan angka-angka akademis semata dan meninggalkan akhlak.
Selain itu, juga tidak adanya sinergisitas antara pendidikan di sekolah dan pendidikan di keluarga. Pendidikan sekolah hanya terjadi di ruang-ruang kelas. Dan selain ruang kelas dirasa bukan ruang pendidikan, akhirnya, pendidikan hanya menempati “pojok” masyarakat kita dan tidak holistik. Pendidikan hanya mengejar angka dan semata menjadi tanggung jawab sekolah. Orangtua yang “memiliki” anak dan hampir 24 jam berinteraksi dengan anaknya, banyak yang merasa tidak perlu mendidiknya di rumah. Benarkah demikian?
Menyadari hal tersebut, dunia pendidikan akhir-akhir ini menyuarakan pendidikan karakter. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh pun menyampaikan bahwa Presiden SBY mencanangkan Pendidikan Berbasis Karakter pada 2 Mei 2010. Menyambut itu, penerbit Jaring Pena telah menerbitkan buku Pendidikan Berbasis Karakter; Sinergi antara Sekolah dan Rumah dalam Membentuk Karakter Anak.  
Tiga pilar pendidikan berbasis karakter sebagai pijakannya. Ketiga pilar itu memadukan potensi dasar anak yang selanjutnya bisa dikembangkan. Pilar pertama, membangun watak, kepribadian atau moral. Pilar kedua, mengembangkan kecerdasan majemuk. Pilar ketiga, kebermaknaan pembelajaran. Ketiga pilar tersebut ditampilkan dalam “rumah karakter” sebagai bangunan pendidikan berbasis karakter yang meliputi pondasi, tiang, dan atap. Agar ketiga pilar itu kokoh dan berjalan dengan baik, maka perlu ada kontrol, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan.
Pilar pertama mengacu pada perilaku (akhlak) yang mulia, misalnya yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Beliau menjadi model atau idola perilaku mulia anak didik, guru, dan orangtua. Pilar kedua mengacu pada prinsip bahwa semua anak itu cerdas. Setiap anak memiliki keunikan dan kecerdasan yang berbeda-beda (multiple intelligence) seperti ditawarkan oleh Prof. Howard Gardner. Kecerdasan masing-masing itulah yang dikembangkan. Ada anak yang cerdas musik, cerdas logik-matematik, cerdas visual-spasial, cerdas kinestetik, cerdas linguistik, cerdas interpersonal, cerdas intrapersonal, dan cerdas natural. Pilar ketiga mengacu pada proses pembelajaran yang bermakna, yaitu yang memberikan nilai manfaat untuk menyiapkan kemandirian anak.
Konsep pendidikan karakter yang digagas juga mensinergikan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis karakter. Mengapa? Karena, apalah jadinya jika karakter yang dibangun sekolah diruntuhkan oleh orangtua, atau sebaliknya.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Konsep Pendidikan Karakter
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu jug memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Kofigurasi Karakter
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Perangkat pembelajaran “Silabus, RPP, dan KTSP Berkarakter” bertujuan dalam  pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran, Guru diharapkan memahami mekanisme pengintegrasian dimensi-dimensi  pendidikan karakter pada mata pelajaran. Dengan pengintegrasian  pendidikan ke dalam mata pelajaran, ke depan secara akumulatif akan terjadi peningkatan mutu pendidikan.
Tiga unsur penting dalam pendidikan karakter adalah keluarga, satuan pendidikan (sekolah), dan masyarakat. Pendidikan yang baik dalam keluarga dan sekolah mestinya didukung lingkungan masyarakat yang baik pula. “Pendidikan dini, termasuk saat anak dalam kandungan dan khususnya dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang besar dalam pendidikan karakter anak pada tahap perkembangan kepribadiannya di kemudian hari”, kata Drs Sunaryo M.Pd, pembicara pada sesi pertama.
Menurut Sunaryo, pendidikan karakter memadukan dengan seimbang  empat hal yakni, olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga. Olah hati bermakna berkata, bersikap, dan berperilaku jujur. Olah pikir, cerdas yang selalu merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya memiliki cita-cita luhur, dan olah raga maknanya menjaga kesehatan seraya  menggapai cita-cita tersebut. Dengan memadukan secara seimbang keempat anasir kepribadian itu anak akan mampu menghayati dan membatinkan nilai-nilai luhur pendidikan karakter, jelasnya.
Contoh silabus dan RPP berkarakter untuk Bahasa Indonesia darihttp://aguswuryanto.wordpress.com/  bisa didownload untuk silabus dan RPP nya. Sedang untuk RPP IPS Berkarakter dari Pak Nurhadi dapat di download disini.
Contoh lain Silabus Berkarakter, Di Sini, RPP Berkarakter Di Sini
Dah untuk mengetahui lebih jelas tentang konsep pendidikan berkarakter dari Kemendiknas dapat didownload disini, sedang untuk mengetahui lebih jauh tugas-tugas oleh pengelola sekolah dapat diambil disini
=============
Sumber diambil dari: Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama . Jakarta dan yang disalin dari SMP Muhammadiyah 1Babat danhttp://ratmanboomen.blogspot.com/

Leia mais...

Contoh Silabus dan RPP berbasis Karakter

Contoh silabus dan RPP berbasis karakter ini semoga dapat dimanfaatkan bagi para pengajar di Indonesia. Contoh silabus dan RPP berbasis karakter ini dicontohkan dalah mata pelajaran IPS, tetapi contoh silabus IPS dan RPP IPS berbasis karakter ini juga bisa diadopsi untuk mata pelajaran lain seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, Agama, Kesenian, TIK, Bahasa Daerah, PKn, Olahraga (Penjas), dan mungkin pelajaran lainnya (muatan lokal).


Contoh silabus dan RPP berbasis karakter ini saya dapatkan dari situs milik teman saya yakni akhmadsudrajat.wordpress.com dan semoga mata pelajaran yang kita ampu dapat menerapkan pendidikan berkarakter seperti yang dicita-citakan dalam pendidikan nasional kita.

Sesungguhnya pendidikan berkarakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Leia mais...

Silabus dan RPP Bernuansa Karakter

Implementasi pendidikan karakter di sekolah salah satunya dapat dilakukan melalui pengintegrasian dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran, dimana materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran dikembangkan, dieksplisitkan, dan dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Sehingga pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Konsekuensi logis dari pengintegrasian p endidikan karakter
 dalam pembelajaran, maka setiap guru dituntut untuk dapat merencanakan, melaksanakan dan menilai pembelajaran yang bernuansa karakter.
Terkait dengan kegiatan merencanakan pembelajaran yang bernuansa karakter, di bawah ini saya sediakan tautan  file  contoh atau model  Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang bernuansa karakter untuk mata pelajaran IPS di SMP (merupakan lampiran dari Panduan Pembinaan Pendidikan Karakter  di Sekolah Menengah Pertama, yang tentunya perlu dikembangkan lebih lanjut)

Leia mais...

Pendidikan Karakter Tugas Penting Para Pendidik

"Kita berharap bapak dan ibu guru dapat didukung oleh manajemen sekolah, bersama-sama memikirkan dan melaksanakan pendidikan karakter dengan baik, karena kita bersama tahu bahwa pendidikan karakter adalah tugas penting bagi para pendidik", kutipan tersebut diucapkan oleh Wakil menteri Pendidikan Nasional, Prof.dr.Fasli Jalal.Ph.D, pada acara "We Save Our Nation Through Character Building" yang digelar di Ruang Auditorium Gedung D Kemdiknas.
Pada acara yang terselenggara berkat kerjasama antara Kementerian Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dengan Alumni Pertukaran Pemuda Indonesia-Kanada ini, Wamendiknas mengatakan bahwa pendidikan Indonesia memang selama ini lebih menekankan pada pola pendidikan yang bertujuan meningkatkan nilai kognitif saja, maka dari itu wamendiknas mengajak seluruh jajaran pendidikan menanamkan pendidikan karakter guna menyentuh sisi-sisi afektif para peserta didik.
Wamendiknas juga menyinggung mengenai arah pengembangan pola pendidikan di Indonesia saat, ini menurut beliau pendidikan tidak lagi dikonsentrasikan pada bentukan fisik saja, melainkan pada pengembangan kualitas proses pembelajarannya. " Oleh karena itu perhatian pada para guru sangat 

Leia mais...

Pedoman Penyusunan RPP Karakter Dalam KBM

RPP KARAKTER DALAM LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

1. Pendahuluan
Berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
  • menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
  • mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
  • menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan
  • menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk mengenalkan nilai, membangun kepedulian akan nilai, dan membantu internalisasi nilai atau karakter pada tahap pembelajaran ini. Berikut adalah beberapa contoh. 
  • Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
  • Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruang kelas(contoh nilai yang ditanamkan: santun, peduli)
  • Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: religius)
  • Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, rajin)
  • Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: religius, peduli)
  • Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
  • Menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, santun, peduli)
  • Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter
  • Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar, menyampaikan butir karakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KD
2. Inti
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada tahap eksplorasi peserta didik difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada tahap elaborasi, peserta didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik lebih luas dan dalam. Pada tahap konfirmasi, peserta didik memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa.
Berikut beberapa ciri proses pembelajaran pada tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang potensial dapat membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai yang diambil dari Standar Proses.

a. Eksplorasi
1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber 
(contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
2) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain 
(contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya 
(contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran 
(contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
5) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan
(contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)

b. Elaborasi
1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna 
(contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis 
(contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut 
(contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif 
(contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab)
5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar
(contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
6) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok 
(contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok
(contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan 
(contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik 
(contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)

c. Konfirmasi
1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik 
(contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber 
(contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan 
(contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
4) Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru:
a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar 
(contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
b) membantu menyelesaikan masalah 
(contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
c) memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi 
(contoh nilai yang ditanamkan: kritis);
d) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh 
(contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif
(contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).

3. Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran 
(contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kritis, logis);
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram 
(contoh nilai yang ditanamkan: jujur, mengetahui kelebihan dan kekurangan);
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran 
(contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis);
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan
e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar internalisasi nilai-nilai terjadi dengan lebih intensif selama tahap penutup.
  • Selain simpulan yang terkait dengan aspek pengetahuan, agar peserta didik difasilitasi membuat pelajaran moral yang berharga yang dipetik dari pengetahuan/keterampilan dan/atau proses pembelajaran yang telah dilaluinya untuk memperoleh pengetahuan dan/atau keterampilan pada pelajaran tersebut.
  • Penilaian tidak hanya mengukur pencapaian siswa dalam pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pada perkembangan karakter mereka.
  • Umpan balik baik yang terkait dengan produk maupun proses, harus menyangkut baik kompetensi maupun karakter, dan dimulai dengan aspek-aspek positif yang ditunjukkan oleh siswa.
  • Karya-karya siswa dipajang untuk mengembangkan sikap saling menghargai karya orang lain dan rasa percaya diri.
  • Kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok diberikan dalam rangka tidak hanya terkait dengan pengembangan kemampuan intelektual, tetapi juga kepribadian.
f. Berdoa pada akhir pelajaran.
Ada beberapa hal lain yang perlu dilakukan oleh guru untuk mendorong dipraktikkannya nilai-nilai. Pertama, guru harus merupakan seorang model dalam karakter. Dari awal hingga akhir pelajaran, tutur kata, sikap, dan perbuatan guru harus merupakan cerminan dari nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkannya.
Kedua, pemberian 
reward kepada siswa yang menunjukkan karakter yang dikehendaki dan pemberian punishment kepada mereka yang berperilaku dengan karakter yang tidak dikehendaki. Reward dan punishment yang dimaksud dapat berupa ungkapan verbal dan non verbal, kartu ucapan selamat (misalnya classroom award) atau catatan peringatan, dan sebagainya. Untuk itu guru harus menjadi pengamat yang baik bagi setiap siswanya selama proses pembelajaran.
Ketiga, harus dihindari olok-olok ketika ada siswa yang datang terlambat atau menjawab pertanyaan dan/atau berpendapat kurang tepat/relevan. Pada sejumlah sekolah ada kebiasaan diucapkan ungkapan 
Hoo … oleh siswa secara serempak saat ada teman mereka yang terlambat dan/atau menjawab pertanyaan atau bergagasan kurang berterima. Kebiasaan tersebut harus dijauhi untuk menumbuhkembangkan sikap bertanggung jawab, empati, kritis, kreatif, inovatif, rasa percaya diri, dan sebagainya.
Selain itu, setiap kali guru memberi umpan balik dan/atau penilaian kepada siswa, guru harus mulai dari aspek-aspek positif atau sisi-sisi yang telah kuat/baik pada pendapat, karya, dan/atau sikap siswa. Guru memulainya dengan memberi penghargaan pada hal-hal yang telah baik dengan ungkapan verbal dan/atau non-verbal dan baru kemudian menunjukkan kekurangan-kekurangannya dengan ‘hati’. Dengan cara ini sikap-sikap saling menghargai dan menghormati, kritis, kreatif, percaya diri, santun, dan sebagainya akan tumbuh subur.

Leia mais...

Indikator Keberhasilan Program Pendidikan Karakter

Saat ini pendidikan karakter sedang dan telah menjadi trend dan isu penting dalam sistem pendidikan kita.  Upaya menghidupkan kembali (reinventing)  pendidikan karakter ini tentunya bukanlah hal yang mengada-ada, tetapi justru merupakan amanat yang telah digariskan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkankemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.


Dalam buku panduan Pembinaan Pendidikan Karakter  di Sekolah Menengah Pertamadisebutkan sejumlah indikator keberhasilan program pendidikan karakter  oleh peserta didik, diantaranya mencakup:
1.Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
2.Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
3.Menunjukkan sikap percaya diri;
4.Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
5.Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
6.Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
7.Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
8.Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
9.    Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
10.           Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
13.Menghargai karya seni dan budaya nasional;
14.Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
15.Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
16.Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
17.Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;
18.Menghargai adanya perbedaan pendapat;
19.Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
20.Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
21.Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
22.Memiliki jiwa kewirausahaan.
Memperhatikan indikator keberhasilan di atas dan seandainya saja di sekolah-sekolah kita dapat mengimplementasikan pendidikan karakter dengan sebaik-baiknya, maka niscaya suatu  saat bangsa ini akan tampil menjadi sebuah bangsa yang cerdas, dan bermartbat. Pertanyaan besar bagi kita semua, sanggupkah mewujudkan keberhasilan itu?

Leia mais...

Konsep Pendidikan Karakter

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu jugamemiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampubertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya(perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan  harus berkarakter.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat    atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-nilai luhur   yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagaithe golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan  di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah  sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian  peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka  tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan  pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian  yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Kofigurasi Karakter
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral.  Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)  mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur  moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni:  perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
=============
Sumber diambil dari:
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama .  Jakarta
=============

Leia mais...

  ©SMP Negeri 2 Selaawi - Todos os direitos reservados.

Template by Dicas Blogger | Topo